"Cinta ini milikmu, Mama" (Kisah paling mengharukan di Dunia)
Tradisi itu sudah berlangsung selama 26 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. kebiasaan Mama tak pernah berubah.
"Mama sayang, nggak usah repot-repot, aku sudah dewasa." pintaku pada mama pada suatu pagi.
Kenapa mama mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasena aku mengalami kesuliatan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca orang yang lanjut usia bisa sangat sensitif dan cendenrung untuk bersikap kekanakan, tapi entahlah... MIatku ingin membahagiakan malah membuat mama sedih. seperti biasa, mama tidak pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, "Ma, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan mama. Apa yang bikin mama sedih ?" Kutatap sudut-sudut mata mama, ada genangan air mata disana. Terbata - bata Mama berkata, "Tiba
- tiba, Mama merasa kamu sudah tidak lagi membutuhkan Mama. Karna sudah
dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidah boleh lagi
menyiapkan sarapan untuk kamu, Mama tidak bisa lagi jajanin kamu. Semua
sudah bisa kamu lakukan sendiri."
Ah, Ya Tuhan, ternyata bagi seorang ibu bersusah payah melayani Putra-Putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Suatu hal yang tak pernah aku sadari sebelumnya. Miat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari seudut pandang masing masing.
Diam-diam aku merenungkan. Apa yang telah ku persembahkan untuk mama pada usiaku sekarang ? adakah Mama bahagia dan bangga pada putrinya?
Ketika itu ku tanyakan pada mama. Mama Menjawab, "banyak sekali kebahagiaan yang telah kamu berikan pada mama, Nak. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebanggaan buat mama. Setelah dewasa, kamu berperilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat mama. Setiap kali binar matamu mengisyaratkna kebahagiaan, disitulah kebahagiaan orang tua."
Betapa sabarnya ibuku melalui liku-liku kehidupan. Ibuku adalah seorang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun.
Ah, maafkan kami, Mama... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat mama lelah... Sanggupkah aku, Ya Tuhan ?
Kali ini aku melompat segera, kubuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin, ku ciumi pipinya yang mulai keriput, ku tatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, "Terimakasih, Mama, aku beruntung sekali memiliki mama yang baik hati, izinkan aku membahagiakan mama."
Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. Cintaku ini milikmu, Mama. Aku masih sangat membutuhkanmu. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.
Untuk dan oleh semua Mama yang mencintai anak-anaknya dan semua anak yang mencintai Mama nya.
No comments:
Post a Comment