Monday 15 June 2015

Rumah Adat, Pakaian Adat dan Alat Musik Tradisional Kalimantan Selatan

Artikel ini diambil dari berbagai sumber artikel-artikel yang ada di internet, dengan harapan artikel ini mempunyai cakupan yang luas dan memudahkan pembaca yang menginginkan pengetahuan dari Rumah Adat, Pakaian Adat dan Alat Musik dari daerah Kalimantan Selatan.


Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Banjar


Kalimantan merupakan pulau terluas di Indonesia. Wilayah ini kemudian dibagi ke dalam beberapa provinsi, salah satunya adalah Kalimantan Selatan dengan ibu kota Banjarmasin. Provinsi dengan slogan “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” ini dibagi lagi ke dalam 11 kabupaten dan dua kotamadya. Sama seperti wilayah lainnya di Indonesia, Kalimantan Selatan juga menyimpan pesona wisata yang luar biasa. Selain hutan tropisnya yang memukau, jejak sejarah beberapa kerajaan di sana juga wajib Anda sambangi. Salah satu yang tak boleh terlewat tentunya rumah adat Kalimantan Selatan, si rumah Bubungan Tinggi.

Jenis-jenis Rumah Adat Banjar:
1. Rumah Bubungan Tinggi
2. Rumah Gajah Baliku
3. Rumah Gajah Manyusu
4. Rumah Balai Laki
5. Rumah Balai Bini
6. Rumah Palimbangan
7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah
8. Rumah Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)
9. Rumah Tadah Alas
10. Rumah Lanting
11. Rumah Joglo Gudang

Keterangan dari masing – Masing jenis – jenis rumah adapt banjar adalah sebagai berikut :

Rumah bumbungan tinggi

Mendengar nama rumah Bubungan Tinggi, Anda juga harus siap dengan istilah “rumah Banjar”/”Rumah Ba'anjung”. Keduanya merujuk pada rumah adat Kalimantan Selatan. Disebut rumah Banjar, sebab memang mayoritas suku di Kalimantan Selatan adalah suku Banjar. Rumah yang mereka diami ini tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Oleh sebab itu ia dinobatkan sebagai rumah adat provinsi tersebut. Adapun istilah “Rumah Bubungan Tinggi” mengacu pada bentuk rumah adat itu sendiri yang memang bagian atamnya tinggi dan lancip hingga membentuk sudut 45 derajat. 

Konon kabarnya, rumah adat Kalimantan Selatan ini sudah ada sejak abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Pangeran Samudera atau yang dikenal juga dengan nama Sultan Suriansyah. Di awal masa pembuatannya, rumah adat Banjar ini dilengkapi dengan konstruksi sedrhana berbentuk segi-empat yang cenderung memanjang dari depan ke balakang. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah adat Banjar ini kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan si pemilik dengan menambahkan bagian rumah di samping kiri dan kanan. Adapun istilah yang digunakan untuk rumah adat Banjar yang ditambahkan bagian tertentu tersebut adalah “disumbi”. Padamulanya, rumah adat Banjar ini hanya bisa dijumpai di lingkungan kraton Banjar. Namun lama kelamaan, kita masyarakat juga turut membangun rumah dengan mengadopsi bangunan di lingkungan istana tersebut hingga persebarannya hampir merata bahkan hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. 

Sama seperti rumah adat lainnya, pembuatan rumah adat Banjar juga tidak sembarangan utamanya konstruksi fisik rumah. Bahan-bahan yang digunakan berpadu dengan kepercayaan yang dianut serta faktor fisik tanah di wilayah kerajaan Banjar saat itu. Penjelasan detilnya sebagai berikut: 

Pondasi, tiang juga tongkat pada rumah Banjar haruslah tinggi sebab tanah Banjar dahulu cenderung berawa. Kayu yang digunakan idealnya adalah kayu Galam atau yang disebut juga dengan nama Kayu Kapur Naga.
Kerangka rumah pada rumah Banjar memakai ukuran tradisional depa yang ganjil sebab dipercaya memiliki unsur magis dan sakral. Bagian tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu ulin, Gelagar yang terbuat dari belangiran juga dammar putih, lantai yang disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan 3 cm, rangka pintu juga jendela yang terbuat dari papan juga balokan kayu ulin dan lain-lain.
Bagian lantai pada rumah adat Banjar ini dikenal juga dengan istilah Lantai Jarang. Ia umumnya terletak di Surambi Muka, Ruang Padu dan juga Anjung Jurai.
Dinding rumah Banjar disusun dengan posisi papan berdiri dengan demikian dibutuhkan Balabad dan juga Turus Tawing agar bisa menempel.
Atap pada rumah Banjar merupakan signatur yang paling menonjol. Atap ini merupakan perlambang kekuasaan. Ia dibuat membumbung tinggi ke langit.
dll

Konstruksi rumah adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh denganhutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu.
Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Bagian Konstruksi Pokok
Konstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu :
Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut Anjung.
Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
Bubungan atap sengkuap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit.
Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan.
Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.



Ruangan

Ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah :
Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan.
Pacira, yaitu ruang antara (transisi) yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan pacira luar. Pacira Dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap ikan dan pertukangan. Kedua pacira ini hanya dibedakan oleh posisinya saja. Pacira Luar tepat berada di muka pintu depan (Lawang Hadapan).
Panampik Kacil, yaitu ruang tamu muka merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapanyaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Panampik Tangah yaitu ruang tamu tengah merupakan ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan.
Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruang tamu utama merupakan ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun Jajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter.
Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendahdaripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.

2. Rumah Gajah Baliku

Rumah Gajah Baliku 
adalah Rumah adat Banjar Gajah Baliku biasanya sebagai tempat tinggal para saudara atau dangsanak Sultan.


3. Rumah Gajah Manyusu


Rumah Gajah Manyusu adalah ini dizaman Kesultanan Banjar digunakan sebagai tempat tinggal Warit Raja, yaitu para keturunan garis utama/ pertama atau bubuhan para gusti. Jadi dirumah ini hanya dihuni oleh para calon pengganti Sultan jika terjadi sesuatu terhadap Sultan.


4. Rumah Balai Laki

adalah adat Banjar tipe ini dalam sejarah Banjar dikenal sebagai rumah hunian para Punggawa mantra dan para prajuril pengawal keamanan Kesultanan Banjar.


5. Rumah Balai Bini



adalah adat tipe Balai bini biasanya dimasa Kesultanan banjar dihuni oleh Para puteri Sultan atau warga Sultan dari pihak Perempuan.

6. Rumah Palimbangan


Dizaman Kesultanan Banjar rumah Tipe ini digunakan sebagai hunian para tokoh agama (Islam) dan para Alim Ulamanya





7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah


Rumah Palimasan (Rumah Gajah)
Rumah adat tipe Palimasan di Kesultanan Banjar digunakan sebagai rumah bendaharawan istana/kerajaan yang memelihara emas dan perak Kesultanan.








8. Rumah Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)


Rumah Ba'anjung Cacak Burung adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar (disebut rumah Banjar) di Kalimantan Selatan yang merupakan rumah hunian rakyat biasa yang umumnya para petani dan pekerja.
Rumah induk yang memanjang dari muka ke belakang memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) kemudian ditambahkan suatu atap limas dalam posisi melintang yang menutupi sekaligus ruang Palidangan beserta kedua buahanjungnya. Posisi nok (pamuung/wuwungan) atap limas yang menghalang/melintang ini biasanya lebih tinggi daripada posisi nok atap pelana pada atap muka yang membujur menutupi ruang Paluaran (ruang tamu).
Hal ini merupakan suatu bentuk Cacak Burung. Cacak Burung adalah tanda magis penolak bala yang berbentuk tanda + (positif), karena denah bangunan ini berbentuk + (tanda tambah), maka dinamakan pula rumah Cacak Burung.

Ciri - Ciri
Memakai tebar layar yang dinamakan Tawing Layar pada rumah induk.
Tubuh bangunan induk memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) yang menutupi Pamedangan.
Bentuk bangunan ukurannya sama dengan rumah Balai Laki atau Balai Bini.
Pada Surambi Sambutan (teras) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit.
Pada dinding sisi depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 pintu masuk (lawang hadapan), di sebelah pintu masuk tersebut terdapat jendela sebelah kanan dan kiri.
Pada dinding tengah (Tawing Halat) terdapat 2 pintu.
Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
Sayap bangunan (anjung) memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah).
Pada ambang atas Pamedangan memakai bentuk gerbang melengkung (Kandang Rasi Atas).
Pada dinding sisi depan yang dinamakan Tawing Hadapan kadang-kadang terdapat lebih dari 1 pintu masuk (lawang hadapan) tetapi jendela depan biasanya dihilangkan.
Kadang-kadang 4 (empat) buah tiang penyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang terdapat pada Surambi Sambutan diganti model konsol.

Ruang

Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Teras yang dinamakan Surambi Sambutan dengan 4 buah pilar
Ruang setengah terbuka (serambi atas) yang dinamakan Pamedangan
Ruang Tamu disebut Paluaran
Ruang Tengah yang dinamakan Ambin Dalam/Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
Ruang Pantry yang dinamakan Padapuran/Padu



9. Rumah Tadah Alas

Tadah Alas adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Rumah Tadah Alas merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini yaitu dengan menambahkan satu lapis atap perisai sebagai kanopi paling depan. Atap kanopi inilah yang disebut "tadah alas" sehingga rumah adat ini dinamakan rumah Tadah Alas.
Ciri-ciri bangunan :
Tubuh bangunan induk memakai atap perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi ruang Ambin Sayup.
Diberi tambahan satu lapis atap perisai (atap gajah) pada bagian paling depan yaitu atap yang menutupi kanopi paling depan dari bangunan yang menutupi serambi terbuka/Pamedangan yang berukuran kecil menjorok ke depan dengan ditopang 2 pilar.
Biasanya terdapat dua jendela variasi di depan ruang Paluaran/Ambin Sayup
Pada sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap (lessenaardak) yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi maupun Balai Bini.
Pada alternatif ke-2 sayap bangunan atau anjung memakai model Ambin Sayup/atap perisai seperti pada rumah Cacak Burung.
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang
Pamedangan kecil
Palidangan diapit 2 buah Anjung yaitu Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
Padapuran (Padu)



10. Rumah Lanting

Rumah Lanting adalah rumah rakit tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dengan pondasi rakit mengapung terdiri dari susunan dari batang-batang pohon yang besar yang selalu oleng dimainkan gelombang dari kapal yang hilir mudik di sungai. Rumah Lanting banyak terdapat di sepanjang sungai-sungai di Kalimantan. Rumah Lanting juga terdapat di sepanjang sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan dengan sebutan Rumah Rakit.

Ciri-ciri :

Bubungan memakai atap pelana
Landasan pelampung supaya mengapung dengan tiga batang besar pokok kayu, di atasnya dipasang gelagar ulin untuk dasar bangunan

Jika berkunjung ke Banjarmasin atau Martapura dan kota-kota lain di Kalimantan Selatan, pastikan selain mengamati rumah banjar di darat juga meluangkan waktu melihat lanting. Lanting merupakan rumah terapung di tepi sungai yang ditambatkan di darat.

Di tepi Sungai Martapura di pusat kota Banjarmasin, juga bisa dijumpai sisa-sisa rumah lanting. Beberapa di antaranya menjadi tempat tambat speedboat, dan ada juga yang menjadi bengkel yang melayani servis mesin perahu kelotok (perahu bermesin khas Kalsel) serta speedboat.

Peradaban Banjar seperti peradaban dunia lainnya berasal dari sungai dan lanting itu. "Rumah lanting ada sebelum rumah adat banjar lainnya,"




Pada abad ke-18 hingga abad ke-19, perairan di Banjarmasin dan Kalsel umumnya masih dijejali rumah-rumah terapung yang disangga balok-balok kayu utuh. Penataan lanting yang berderet itu membuat kagum para pendatang dan masuk dalam berita Dinasti Ming di China tahun 1618 yang menyebutkan, di Banjarmasin ada rumah di atas rakit seperti yang ada di Palembang.

Kini, rumah lanting menjadi kontroversial seiring penataan kota yang tidak berpihak pada penataan kawasan sungai. Lanting dianggap "mengganggu" pemandangan karena menimbulkan kesan jorok dan kumuh.

Tapi sebagian orang berpendapat, lanting justru memiliki kearifan tradisional yang tak terpikirkan manusia modern. "Rumah lanting itu menjadi penghambat laju arus sungai yang berarti membantu menahan banjir," ujarnya.

Saat ini lanting tidak hanya terancam oleh penggusuran. Rusaknya hutan dan daerah aliran sungai bagian hulu juga menjadikan lanting makin tak memiliki masa depan. "Banyak kawasan sungai yang dulu sebagai tempat lanting sekarang sudah tidak cocok karena air dangkal waktu kemarau," 

Tidak hanya itu. Langkanya kayu hutan mengakibatkan orang susah mendapatkan balok kayu yang digunakan untuk penopang atau rakit. "Balok kayu sekarang mahal, tapi sebenarnya bisa diganti dengan drum," ujarnya.

Hingga kini rumah lanting masih bisa ditemui di perairan Sungai Martapura, dan sungai-sungai di bagian dalam. Rumah lanting itu tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi sekarang berkembang menjadi toko terapung.

Di Lokbaintan Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, di Muara Kuin Banjarmasin, dan di Muara Mantuil Banjarmasin, kini bertebaran toko terapung. Rumah portable yang bisa dipindah-pindah itu hingga kini masih berjaya di tengah gelombang modernisasi.

Wali Kota Banjarmasin Midfai Yabani pernah melontarkan gagasan untuk menata kawasan Muara Mantuil sebagai kawasan percontohan penataan rumah lanting. Nantinya kawasan itu diharapkan bisa menjadi aset wisata daerah yang khas.

Rumah Lanting perlu dikembangkan karena bagaimanapun lanting merupakan warisan peradaban Kalsel, dan menjadi identitas yang tak boleh lepas. "Jika lepas maka hilanglah identitas budaya kita," 

Ke depan pemerintah setempat harus mempertahankan mati-matian identitas dan penanda budaya Banjar itu. 


11. Rumah Joglo Gudang

Rumah Joglo Gudang adalah satu satu jenis rumah tradisional daerah Kalimantan Selatan (rumah Banjar) dengan ciri utamanya menggunakan atap limas. Rumah Joglo Gudang tidak memiliki anjung (sayap bangunan). Rumah Joglo Gudang disebut juga Rumah Bulat. Rumah seperti ini juga terdapat di kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Rumah Bulat ini terdapat di Desa Penghulu, Marabahan, Barito Kuala. Bentuk bangunan rumah Joglo terdiri atas 3 susunan atap limas yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap limas yang lebih kecil pada paling belakang yang merupakanbangunan dapur (Padu). Rumah limas seperti ini kalau di Jawa disebut Rumah Limasan Endas Telu merupakan tiga atap limasyang berderet ke belakang.
Di Banjarmasin juga terdapat jenis rumah Joglo yang disebut Joglo Gudang yaitu satu buah atap limas dengan disambung atapSindang Langit di depan dan atap Hambin Awan di belakang. Terdapat juga model Joglo Gudang yang besar dengan tambahan serambi Pamedangan hingga ke samping kiri dan samping kanan rumah.
Secara etimologi berasal dari kata Joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena menyerupai model rumah limasan suku Jawa yang disebut rumah Joglo, sedangkan istilah 'gudang' karena pada bagian kolong rumah (yang dalam bahasa Banjardisebut berumahan) dipergunakan sebagai gudang untuk menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman dulu.
Di Banjarmasin, rumah jenis ini banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar. Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerah Kalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa lampau.




Nilai FIlosofis Dan Religius Pada Rumah Banjar



Sama seperti rumah adat lainnya di Nusantara, rumah adat Kalimantan Selatan ini juga menyimpan sistem nilai tersendiri. Dahulu, Suku Dayak yang telah memeluk islamlah yang kemudian dikenal dengan nama Suku Banjar. Oleh karena itu, pengaruh agama islam pada rumah suku ini cukup kental. Simak saja pada ukiran di badan rumah yang melambangkan persaudaraan, kesuburan dan persatuan. Jika Anda jeli, Anda juga bisa menjumpai ukiran kalimat Syahadat, Salawat, nama-nama Khalifah serta potongan ayat Al-quran pada bagian tertentu dari rumah Banjar. Meski demikian, bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menjumpai rumah Banjar dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang masih kental. 

Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain: 
Dwitunggal semesta, yakni kepercayaan bahwa rumah adalah tempat yang sakral sebab dewata juga ikut tinggal mendiami tempat tersebut. Meski samar, namun unsur-unsur ini masih teraca dengan jelas. Silahkan saja simak keberadaan ukiran naga yang samar-samar pada badan rumah. Ia merupakan perlambang alam bawah. Sementar itu, ukiran burung Enggang Gading melambangkan alam atas.
Pohon hayat. Rumah Banjar identik dengan atapnya yang membumbung tinggi. Ia merupakan perlambang pohon Hayat yang menjulang ke langit. Pohon Hayat sendiri adalah simbol kosmis yakni cerminan dari berbagai dimensi yang menyatukan semesta.
Payung. Secara sepintas, atap pada rumah adat Kalimantan Selatan ini juga mirip paying. Dahulu, paying dianggap sebagai simbol orientasi kekuasaan. Ia juga merupakan perlambang kebangsawanan. Dahulu, payung kuning bahkan dianggap sebagai salah satu perangkat kerajaan yang tak boleh hilang dalam berbagai acara adat.
Simetris. Ini merupakan perlambang dari kehidupan yang seimbang. Rumah Banjar dibuat simetris untuk menunjukan sistem pemerintahan kerajaan Banjar yang seimbang.
Kepala-Badan-Kaki. Adapun bentuk dari rumah Banjar atau rumah Bubungan Tinggi menggambarkan manusia yang dibagi ke dalam 3 bagian besar yakni kepala, badan dan kaki. Adapun bagian anjungan sebelah kanan dan kiri mewakili bagian tangan kanan dan kiri manusia.
Tata Ruang. Rumah adat Bubungan Tinggi khususnya dalam lingkup kerajaan dibagi ke dalam beberapa bagian. Salah satu bagiannya adalah ruangan semi publik yakni serambi atau yang dalam ejaan lokal disebut Surambi. Ruangan ini berjenjang dengan kronologis pertama surmabi muka, surambi sambutan dan surambi pamedangan yang berbatasan langdung dengan pintu utama rumah (Lawang Hadapan). Memasuki bagian rumah adat, akan dijumpai juga hirearkis yang sama yakni adanya lantai yang berjenjang antara lain Penampik Kecil, Penampik Tengah dan Penampuk Besar. Masing-masing lantai ini mencerminkan status sosial di Banjar pada masanya. Hiriarkis ini merupakan lambang tata karma yang kental.
Tawing Halat. Dalam rumah adat Kalimantan Selatan ini Anda juga bisa menjumpai Tawing Halat atau dinding pemisah yang membagi dua ruangan semi private dan privat. Hal ini dimaksudkan agar raja bisa melihat dengan jelas tetamunya sedangkan tamu hanya bisa menerka keadaan raja di ruang semi privat tersebut.
Denah Cacak Burung. Merupakan denah pada rumah Banjar yang membentuk simbol tambah (+). Ia merupakan potongan poros-poros bangunan arah muka menuju belakang serta arah kanan menuju kiri. Jika dikaji, pola ini sama dengan Cacak Burung yang memang dianggap sakral.
Pakaian Adat Pengantin Banjar "BAGAJAH GAMULING BAULAR LULUT"
Bagajah Gamuling Baular Lulut adalah nama Pakaian pengantin Banjar propinsi Kalimantan Selatan yang Asli yang pertama. Pakaian pengantin Banjar yang banyak dipengaruhi budaya Hindu yang terlihat begitu eksotik. Dipenuhi roncean bunga melati dan mawar yang disebut bogam, juga rangkaian melati yang sebut karang jagung Pasangan pengantin pun bermahkota Bagajah Gamuling Baular Lulut yang terbuat dari lingkaran logam bundar. Dibentuk menjadi badan dua ekor ular lidi dipertemukan menjadi satu yang bagian depannya diletakan 'amar' atau mahkota bertatahkan dua ekor ular naga berebut kumala yang terletak di antara dua kepala naga, sedangkan di bagian pertemuan ekor diletakan 'garuda mungkur paksi melayang'. Di sebelah kiri, kanan dan depan badan ular lidi diletakkan kembang goyang yang berjumlah ganjil baik pengantin wanita juga pria, pada beberapa bagian busana yang dikenakan berhias payet ditambah berbagai aksesori yang memperindah penampilannya, seperti pada sarung yang dikenakan dengan motif khas bintang 'halilipan'(kaki seribu) yang dihias sulaman benang emas, manik dan payet dengn ciri merayap ke bawah sebagai pelambang kecerdikan, sangat berbisa tetapi tidak pamer kehebatan. Sedangkan paksi melambangkan ketangkasan.



 

Penampilan pasangan pengantin yang begitu mewangi dengan aroma bunga-bunga segar dari mawar dan melati pun memiliki arti khusus. Bogam beruntai dengan mawar sebagai pelambang keberanian, melati adalah kesucian, sedangkan melati kuncup melambangkan pengantin masih gadis. Anyaman janur bebentuk halilipan yang diletakan dibagian belakang melambangkan sifat rendah hati, jujur, tidak mau takabur dan tidak mau mengganggu orang lain kecuali kalau diganggu terlebih dahulu.


Baamar Galung Pancar Matahari Dari Suku Banjar

Baamar Galung Pancar Matahari adalah salah satu baju pengantin dari suku Banjar. Secara tradisional berwarna kuning. Baju ini terbuat dari bahan beludru (velvet) untuk mencerminkan kemewahan, serta kaya akan aplikasi manik-manik (airguci) dengan berbagai motif. 

Aplikasi ini banyak terdapat di daerah pesisir di Indonesia.Pakaian untuk mempelai laki-laki berupa hiasan kepala dari bahan serupa, jas, celana panjang, dan sarung pendek (sepanjang lutut). Mempelai perempuan mengenakan amar (mahkota) dari logam berwarna emas berbentuk dua naga berebutan mustika dan tumpukan kembang goyang. Selain itu dipercantik dengan hiasan bunga serta ronce dari kelopak mawar merah dan kembang melati yang menguncup untuk melambangkan kesucian gadis perawan. Di belakangnya halilipan(lipan) yang terbuat dari janur. 

Bajunya berupa atasan lengan pendek dengan hiasan sabuk berwarna emas, sedangkan bawahannya menggunakan sarung dengan motif halilipan dan sisik naga, sama dengan pada pengantin pria.Terlihat pada foto bahwa pelaminan juga dihias dengan berbagai hiasan airguci bergambar floral.


Alat Musik Kalimantan Selatan
Alat musik Kalimantan selatan terdiri dari

Panting


Musik Panting adalah musik tradisional dari suku Banjar di Kalimantan Selatan. Disebut musik Panting karena didominasi oleh alatmusik yang dinamakan Panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting) maka disebut musik Panting. Pada awalnya musik Pantingberasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan zaman dan musik Panting akan lebih menarik jika
dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang.


 KURUNG-KURUNG

Satu jenis alat kesenian yang terbilang unik di Kabupaten Balangan Kalsel yang disebut alat musik ” kurung-kurung.” Alat musik ini terbuat dari kayu panjang dan dibawahnya terbuat dari bambu dan peralatan lainnya. Musik ini bisa mengeluarkan bunyi setelah dihentak-hentak dulu ke tanah dan setiap alat musik mengeluarkan bunyi berbeda satu sama lain, sehingga bila pemainnya ingin menciptakan irama, maka caranya menghentakan alat itu secara bergantian sesuai irama yang dikehendaki.
Musik nenek moyang ini biasanya dimainkan saat upacara adat, atau acara perkawinan dan kenduri, dan belakangan digunakan untuk ,acara perkawinan, menyambut tamu atau pejabat ke kekampung atau acara kenduri lainnya.



 Gamelan Banjar


Gamelan Banjar adalah seni karawitan dengan peralatan musik gamelan yang berkembang di kalangan suku Banjar di Kalimantan Selatan. Gamelan Banjar yang ada di Kalsel ada 2 versi yaitu :
1. Gamelan Banjar versi keraton
2. Gamelan Banjar versi rakyatan 

    Gamelan Banjar versi keraton


• Gamelan Banjar versi keraton, perangkat instrumennya :
1. babun
2. gendang dua
3. rebab
5. selentem
6. ketuk
7. dawu
8. sarun 1
9. sarun 2
10. sarun 3
11. seruling
12. kanung
13. kangsi
14. gong besar
15. gong kecil
• Lagu-lagu Gamelan yang pernah berkembang di keraton Banjar :
1. Ayak-ayakan 5
2. Wani-wani
3. Pancar buang
4. Paksi mandong
5. Paksi muluk
6. Kabur
7. Sumbu gelang
8. Mas gemintir
9. Gunjang ganjing 5
10. Gunjang ganjing babon
11. Kembang muni
12. Ketawang
13. Tiba kembang gayam
14. Lagu kencang
15. Sitro anam
Gamelan Banjar versi rakyatan

• Gamelan Banjar versi rakyatan, perangkat instrumennya :
1. babun
2. dawu
3. sarun
4. sarantam
5. kanung
6. kangsi
7. gong besar
8. gong kecil
Perkembangan
Dalam perkembangannya musik gamelan Banjar versi keraton semakin punah. Sementara musik Gamelan Banjar versi rakyatan hingga saat ini masin eksis.
Sejarah
Gamelan Banjar keberadaannya sudah ada sejak zaman Kerajaan Negara Dipa pada abad ke-14 yang dibawa oleh Pangeran Suryanata ke Kalimantan Selatan bersamaan dengan kesenian Wayang Kulit Banjar dan senjata keris sebagai hadiah kerajaan Majapahit. Pada masa itu masyarakat Kalsel pada waktu itu dianjurkan untuk meniru budaya Jawa.
Pasca runtuhnya Kerajaan Negara Daha (1526), ada beberapa pemuka adat yang mengajarkan seni gamelan dan seni lainnya kepada masyarakat yaitu :
1. Datu Taruna sebagai penggamelan
2. Datu Taya sebagai dalang wayang kulit
3. Datu Putih sebagai penari topeng
Masa Pangeran Hidayatulla, penabuh-penabuh gamelan disuruh belajar menabuh gamelan di keraton Solo. Dalam hal itu hingga sekarang, baik pukulan dan lainnya menjadi panutan gamelan Gusti-gustian, terutama sekali pukulan yang hanya ditambah dua kali akhir gong.
Selain itu, tidak ditemukan lagi gamelan yang lengkap seperti Simanggu Besar dan Simanggu Kecil, namun yang dikenal hanya lagu : ayakan, perangan, geol, mas mirah dan perang alun.
Kaliningan Hulu Sungai
Di daerah Hulu Sungai group yang dipimpin Utuh Aini menguasai rumpun Kaliningan yang awalnya dikembangkan Dalang Tulur, Dalang Asra, Sarbaini, Busrajuddin dan Aci. Karena Kaliningan Hulu Sungai bersifat praktis cukup ditabuh hanya 8 orang. Gamelan tersebut terdiri dari :
1. 2 buah sarun
2. 1 buah sarantam
3. 1 buah kanung
4. 1 buah katuk
5. 1 buah kangsi
6. 1 buah babun
7. gong besar
8. gong kecil 

 Musik Kuriding

Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan Selatan. Kuriding dimainkan oleh seniman dari etnis Bakumpai maupun Banjar. Kuriding dibuat dari enau atau kayu mirip ulin yang hanya ada di daerah Muara Teweh, Barito Utara.
Cara memainkan Kuriding adalah tangan kiri memegang tali pendek melingkar yang menahan bilah kayu itu agar menempelkan di mulut. Tangan kanan menarik-narik tali panjang yang diikat pada ujung bilah sebelahnya. Terdengar seperti suara angin menderu-deru, diiringi bunyi menghentak-hentak berirama teratur.
Deru angin itu muncul dari tiupan mulut pemain Kuriding, sedangkan bunyi menghentak-hentak dari tarikan tangan kanan.
Alat musik Kuriding diketahui melalui lagu Ampat Lima yang salah satu liriknya adalah "ampat si ampat lima ka ai, Kuriding patah,.." tapi jarang ada yang melihat bentuk alat itu apalagi orang memainkannya.
Terancam punah
Saat ini orang bisa bermain kuriding sudah langka. Apalagi tingkat kesulitan menguasai alat cukup tinggi. Selain itu, konon Kuriding juga sulit dibuat dan memainkannya harus hati-hati karena bila sampai patah akan membahayakan pemainnya. Itu sebabnya ada sebuah ungkapan Banjar yang berbunyi "Kurinding Patah".
Musik kuriding adaklah alat musik yang terbuat dari bambu. Nama kuriding diberikan oleh penduduk hulu sungai tengah dan desa harakit kabupaten tapin.lain lagi dengan penduduk ulu benteng kecamatan bakumpai kabupaten barito kuala menyebutnya guriding.
Alat musik kuriding atau guriding ini adalah alat musik mulut , bahanya dari bambu , alatnya ditempatkan pada mulut dengan cara seperti aturannya, untuk membuyikan kuriding harus menarik tali tatarikan yang dipegamg dengan tangan dan teratur sertaada sentakan , sehingga menggetarkan alat getar kuruding tersebut.
Beberapa macam kesenian musik tradisional banjar

1. Gamelan Banjar  
2. Musik Panting (suku Banjar)
3. Musik Kangkurung/Kukurung (suku Dayak Bukit)
4. Musik Bumbung
5. Musik Kintung
6. Musik Kangkanong
7. Musik Salung
8. Musik Suling
9. Musik Bambang
10. Musik Masukkiri (suku Bugis)



Musik Kintung

Musik Kintung merupakan salah satu kesenian musik tradisional dari Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Musik ini berasal dari daerah Kabupaten Banjar, yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan Bincau, Martapura. Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari kepunyaan lawan bertanding.
Alat musik
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu. Bentuknya seperti angklung dari Jawa Barat. Untuk mengatur bunyi tergantung pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu. Rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya. Sedang bagian bawahnya tetap seperti biasa. Panjangnya biasanya dua ruas, dan buku yang ada di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi. Pengaturan bunyi biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya. Semakin dibuang atasnya itu akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini tidak sembarang bambu artinya harus dipilih secara cermat terutama yang dapat mengeluarkan bunyi yang bagus dan juga tidak mudah pecah. Musik Kintung termasuk alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat musik Kintung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu : Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak, tinti gorok, pindua randah, pindua tinggi dan gorok tuha.
Perkembangan
Pada perkembangannya musik Kintung yang merupakan musik yang bersifat instrumentalia ini, dapat mengiringi lagu atau nyanyian Banjar umumnya yang berjenis lagu-lagu tirik dan japin. Agar lebih harmonisasinya biasanya ditambah dengan babun (gendang) dan gong atau alat musik lainnya yang diperlukan.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi muda di sana yang mau meneruskan kesenian ini.


Demikian sedikit ulasan mengenai Rumah Adat, Pakaian Adat dan Alat Musik Tradisional Kalimantan Selatan semoga bermanfaat, dan terimakasih kepada penulis – penulis artikel yang ada diinternet.



1 comment: