Artikel ini diambil dari berbagai sumber artikel-artikel
yang ada di internet, dengan harapan artikel ini mempunyai cakupan yang luas
dan memudahkan pembaca yang menginginkan pengetahuan dari Rumah Adat, Pakaian
Adat dan Alat Musik dari daerah Kalimantan Selatan.
Rumah Adat Kalimantan Selatan: Rumah Banjar
Kalimantan merupakan
pulau terluas di Indonesia .
Wilayah ini kemudian dibagi ke dalam beberapa provinsi, salah satunya adalah
Kalimantan Selatan dengan ibu kota Banjarmasin . Provinsi
dengan slogan “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” ini dibagi lagi ke dalam 11
kabupaten dan dua kotamadya. Sama seperti wilayah lainnya di Indonesia ,
Kalimantan Selatan juga menyimpan pesona wisata yang luar biasa. Selain hutan
tropisnya yang memukau, jejak sejarah beberapa kerajaan di sana juga wajib Anda sambangi. Salah satu
yang tak boleh terlewat tentunya rumah
adat Kalimantan Selatan, si rumah Bubungan Tinggi.
Jenis-jenis Rumah Adat Banjar:
1. Rumah Bubungan Tinggi
2. Rumah Gajah Baliku
3. Rumah Gajah Manyusu
4. Rumah Balai Laki
5. Rumah Balai Bini
6. Rumah Palimbangan
7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah
8. Rumah Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)
9. Rumah Tadah Alas
10. Rumah Lanting
11. Rumah Joglo Gudang
Keterangan dari
masing – Masing jenis – jenis rumah adapt banjar adalah sebagai berikut :
Rumah bumbungan
tinggi
Mendengar nama rumah Bubungan Tinggi, Anda juga harus siap dengan istilah “rumah Banjar”/”Rumah Ba'anjung”. Keduanya merujuk pada rumah adat
Konon kabarnya, rumah adat Kalimantan Selatan ini sudah ada sejak abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Pangeran Samudera atau yang dikenal juga dengan nama Sultan Suriansyah. Di awal masa pembuatannya, rumah adat Banjar ini dilengkapi dengan konstruksi sedrhana berbentuk segi-empat yang cenderung memanjang dari depan ke balakang. Namun, seiring berjalannya waktu, rumah adat Banjar ini kemudian dimodifikasi sesuai kebutuhan si pemilik dengan menambahkan bagian rumah di samping kiri dan kanan. Adapun istilah yang digunakan untuk rumah adat Banjar yang ditambahkan bagian tertentu tersebut adalah “disumbi”. Padamulanya, rumah adat Banjar ini hanya bisa dijumpai di lingkungan kraton Banjar. Namun lama kelamaan, kita masyarakat juga turut membangun rumah dengan mengadopsi bangunan di lingkungan istana tersebut hingga persebarannya hampir merata bahkan hingga ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Sama seperti rumah adat lainnya, pembuatan rumah adat Banjar juga tidak sembarangan utamanya konstruksi fisik rumah. Bahan-bahan yang digunakan berpadu dengan kepercayaan yang dianut serta faktor fisik tanah di wilayah kerajaan Banjar saat itu. Penjelasan detilnya sebagai berikut:
Pondasi, tiang juga tongkat pada
rumah Banjar haruslah tinggi sebab tanah Banjar dahulu cenderung berawa. Kayu
yang digunakan idealnya adalah kayu Galam atau yang disebut juga dengan nama
Kayu Kapur Naga.
Kerangka rumah pada rumah Banjar
memakai ukuran tradisional depa yang ganjil sebab dipercaya memiliki unsur
magis dan sakral. Bagian tersebut antara lain susuk yang terbuat dari kayu
ulin, Gelagar yang terbuat dari belangiran juga dammar putih, lantai yang
disusun dari papan kayu ulin dengan ketebalan 3 cm, rangka pintu juga jendela
yang terbuat dari papan juga balokan kayu ulin dan lain-lain.
Bagian lantai pada rumah adat
Banjar ini dikenal juga dengan istilah Lantai Jarang. Ia umumnya terletak di
Surambi Muka, Ruang Padu dan juga Anjung Jurai.
Dinding rumah Banjar disusun
dengan posisi papan berdiri dengan demikian dibutuhkan Balabad dan juga Turus
Tawing agar bisa menempel.
Atap pada rumah Banjar merupakan
signatur yang paling menonjol. Atap ini merupakan perlambang kekuasaan. Ia
dibuat membumbung tinggi ke langit.
dll
Konstruksi rumah adat Banjar
atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang
penuh denganhutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada
mereka, yaitu kayu.
Sesuai dengan bentuk serta
konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang
merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.
Bagian
Konstruksi Pokok
Konstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi
atas beberapa bagian, yaitu :
Tubuh bangunan yang memanjang
lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
Bangunan yang menempel di kiri
dan kanan disebut Anjung.
Bubungan atap yang tinggi
melancip disebut Bubungan Tinggi.
Bubungan atap sengkuap yang
memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit.
Bubungan atap yang memanjang ke
belakang disebut atap Hambin Awan.
Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke
depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.
Ruangan
Ruangan-ruangan yang berjenjang
lantainya ialah :
Palatar (pendopo atau
teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki
tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga
Pamedangan.
Pacira,
yaitu ruang antara (transisi) yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan
pacira luar. Pacira Dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap
ikan dan pertukangan. Kedua pacira ini hanya dibedakan oleh posisinya saja.
Pacira Luar tepat berada di muka pintu depan (Lawang Hadapan).
Panampik Kacil, yaitu ruang tamu muka
merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapanyaitu pintu depan. Permukaan
lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun
Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Panampik Tangah yaitu ruang tamu tengah merupakan
ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari
ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun
Jajakan.
Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruang tamu utama merupakan
ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih
tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun
Jajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas
ruangan 7 x 5 meter.
Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik
basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada
juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai
palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke
dasar lantai maka watun di sini disebut Watun
Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan
ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8
batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang
Pitugur atau Tihang
Guru.
Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendahdaripada
lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah.
Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
Padapuran atau Padu,
yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih
rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun
Juntaian. Kadang-kadang Watun
Juntaian itu cukup
tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik.
Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api),
pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian).
Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
2. Rumah Gajah
Baliku
Rumah Gajah Baliku
adalah Rumah adat Banjar Gajah Baliku biasanya sebagai
tempat tinggal para saudara atau dangsanak Sultan.
3. Rumah Gajah Manyusu
Rumah Gajah
Manyusu adalah ini dizaman Kesultanan Banjar digunakan sebagai tempat
tinggal Warit Raja, yaitu para keturunan garis utama/ pertama atau bubuhan para
gusti. Jadi dirumah ini hanya dihuni oleh para calon pengganti Sultan jika
terjadi sesuatu terhadap Sultan.
4. Rumah Balai Laki
adalah adat Banjar tipe ini dalam sejarah Banjar dikenal
sebagai rumah hunian para Punggawa mantra dan para prajuril pengawal keamanan
Kesultanan Banjar.
5. Rumah Balai Bini
adalah adat tipe Balai bini biasanya dimasa Kesultanan
banjar dihuni oleh Para puteri Sultan atau
warga Sultan dari pihak Perempuan.
6. Rumah Palimbangan
Dizaman Kesultanan Banjar rumah Tipe ini digunakan sebagai
hunian para tokoh agama (Islam) dan para Alim Ulamanya
7. Rumah Palimasan (Rumah Gajah
Rumah Palimasan (Rumah Gajah)
Rumah adat tipe Palimasan di Kesultanan Banjar digunakan sebagai rumah bendaharawan istana/kerajaan yang memelihara emas dan perak Kesultanan.
Rumah adat tipe Palimasan di Kesultanan Banjar digunakan sebagai rumah bendaharawan istana/kerajaan yang memelihara emas dan perak Kesultanan.
8. Rumah Anjung Surung (Rumah Cacak Burung)
Rumah Ba'anjung Cacak Burung adalah salah satu jenis rumah Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar (disebut rumah Banjar) di Kalimantan Selatan yang merupakan rumah hunian rakyat
biasa yang umumnya para petani dan pekerja.
Rumah induk yang memanjang dari
muka ke belakang memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) kemudian
ditambahkan suatu atap
limas dalam posisi
melintang yang menutupi sekaligus ruang Palidangan beserta
kedua buahanjungnya. Posisi nok (pamuung/wuwungan)
atap limas yang menghalang/melintang ini biasanya lebih tinggi daripada posisi
nok atap pelana pada atap muka yang membujur menutupi ruang Paluaran (ruang
tamu).
Hal ini merupakan suatu bentuk Cacak Burung. Cacak Burung adalah
tanda magis penolak bala yang berbentuk tanda + (positif), karena denah
bangunan ini berbentuk + (tanda tambah), maka dinamakan pula rumah Cacak
Burung.
Ciri - Ciri
Memakai tebar layar yang
dinamakan Tawing Layar pada
rumah induk.
Tubuh bangunan induk memakai atap pelana (bahasa Banjar : atap balai laki) yang
menutupi Pamedangan.
Bentuk bangunan ukurannya sama
dengan rumah Balai Laki atau Balai Bini.
Pada Surambi Sambutan (teras) terdapat 4 buah pilar yang
menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil)
yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit.
Pada dinding sisi depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 pintu masuk (lawang
hadapan), di sebelah pintu masuk tersebut terdapat jendela sebelah kanan
dan kiri.
Pada dinding tengah (Tawing Halat) terdapat 2 pintu.
Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan
pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
Sayap bangunan (anjung) memakai atap
perisai (bahasa
Banjar : atap gajah).
Pada ambang atas Pamedangan memakai
bentuk gerbang melengkung (Kandang Rasi Atas).
Pada dinding sisi depan yang
dinamakan Tawing Hadapan kadang-kadang terdapat lebih dari 1
pintu masuk (lawang hadapan) tetapi jendela depan biasanya dihilangkan.
Kadang-kadang 4 (empat) buah
tiang penyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil)
yang terdapat pada Surambi Sambutan diganti model konsol.
Ruang
Ruangan yang berturut-turut dari
depan ke belakang
Teras yang dinamakan Surambi Sambutan dengan 4 buah pilar
Ruang setengah terbuka (serambi
atas) yang dinamakan Pamedangan
Ruang Tamu disebut Paluaran
Ruang Tengah yang dinamakan Ambin Dalam/Palidangan diapit
oleh Anjung
Kanan dan Anjung
Kiwa
9. Rumah Tadah
Alas
Tadah Alas adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan.
Rumah Tadah Alas merupakan pengembangan dari Rumah Balai Bini yaitu
dengan menambahkan satu lapis atap perisai sebagai kanopi paling depan. Atap
kanopi inilah yang disebut "tadah alas" sehingga rumah adat ini
dinamakan rumah Tadah Alas.
Ciri-ciri bangunan :
Tubuh bangunan induk memakai atap
perisai (bahasa Banjar : atap gajah) yang menutupi
ruang Ambin Sayup.
Diberi tambahan satu lapis atap
perisai (atap gajah) pada bagian paling depan yaitu atap yang menutupi kanopi
paling depan dari bangunan yang menutupi serambi terbuka/Pamedangan yang
berukuran kecil menjorok ke depan dengan ditopang 2 pilar.
Biasanya terdapat dua jendela
variasi di depan ruang Paluaran/Ambin Sayup
Pada sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap (lessenaardak) yang disebut
atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi maupun Balai Bini.
Pada alternatif ke-2 sayap
bangunan atau anjung memakai
model Ambin Sayup/atap
perisai seperti pada rumah Cacak Burung.
Ruangan yang berturut-turut dari
depan ke belakang
Pamedangan kecil
Palidangan diapit
2 buah Anjung yaitu Anjung
Kanan dan Anjung
Kiwa
Padapuran (Padu)
10. Rumah Lanting
Rumah Lanting adalah rumah rakit tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan dengan pondasi rakit mengapung terdiri dari susunan dari batang-batang pohon yang besar yang selalu oleng dimainkan gelombang dari kapal yang hilir mudik di sungai. Rumah Lanting banyak terdapat di sepanjang sungai-sungai di
Ciri-ciri :
Bubungan memakai atap pelana
Landasan pelampung supaya mengapung dengan tiga batang besar pokok kayu, di atasnya dipasang gelagar ulin untuk dasar bangunan
Jika berkunjung ke
Di tepi Sungai Martapura di pusat
Peradaban Banjar seperti peradaban dunia lainnya berasal dari sungai dan lanting itu. "Rumah lanting ada sebelum rumah adat banjar lainnya,"
Pada abad ke-18 hingga abad ke-19, perairan di
Kini, rumah lanting menjadi kontroversial seiring penataan
Tapi sebagian orang berpendapat, lanting justru memiliki kearifan tradisional yang tak terpikirkan manusia modern. "Rumah lanting itu menjadi penghambat laju arus sungai yang berarti membantu menahan banjir," ujarnya.
Saat ini lanting tidak hanya terancam oleh penggusuran. Rusaknya hutan dan daerah aliran sungai bagian hulu juga menjadikan lanting makin tak memiliki masa depan. "Banyak kawasan sungai yang dulu sebagai tempat lanting sekarang sudah tidak cocok karena air dangkal waktu kemarau,"
Tidak hanya itu. Langkanya kayu hutan mengakibatkan orang susah mendapatkan balok kayu yang digunakan untuk penopang atau rakit. "Balok kayu sekarang mahal, tapi sebenarnya bisa diganti dengan drum," ujarnya.
Hingga kini rumah lanting masih bisa ditemui di perairan Sungai Martapura, dan sungai-sungai di bagian dalam. Rumah lanting itu tidak hanya menjadi tempat tinggal, tetapi sekarang berkembang menjadi toko terapung.
Di Lokbaintan Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, di Muara Kuin
Wali Kota Banjarmasin Midfai Yabani pernah melontarkan gagasan untuk menata kawasan Muara Mantuil sebagai kawasan percontohan penataan rumah lanting. Nantinya kawasan itu diharapkan bisa menjadi aset wisata daerah yang khas.
Rumah Lanting perlu dikembangkan karena bagaimanapun lanting merupakan warisan peradaban Kalsel, dan menjadi identitas yang tak boleh lepas. "Jika lepas maka hilanglah identitas budaya kita,"
Ke depan pemerintah setempat harus mempertahankan mati-matian identitas dan penanda budaya Banjar itu.
11. Rumah Joglo Gudang
Rumah Joglo Gudang adalah satu satu jenis rumah tradisional daerah Kalimantan Selatan (rumah Banjar) dengan ciri utamanya menggunakan atap
limas. Rumah Joglo Gudang tidak memiliki anjung (sayap
bangunan). Rumah Joglo Gudang disebut juga Rumah Bulat. Rumah seperti ini juga terdapat
di kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Rumah Bulat ini terdapat di Desa
Penghulu, Marabahan, Barito
Kuala. Bentuk bangunan rumah Joglo terdiri atas 3 susunan atap limas
yang berderet ke belakang dengan satu tambahan atap limas yang lebih kecil pada
paling belakang yang merupakanbangunan dapur (Padu).
Rumah limas seperti ini kalau di Jawa disebut Rumah Limasan
Endas Telu merupakan
tiga atap
limasyang berderet ke belakang.
Di Banjarmasin juga terdapat
jenis rumah Joglo yang disebut Joglo Gudang yaitu satu buah atap limas dengan
disambung atapSindang Langit di depan dan atap Hambin Awan di
belakang. Terdapat juga model Joglo Gudang yang besar dengan tambahan serambi Pamedangan hingga
ke samping kiri dan samping kanan rumah.
Secara etimologi berasal dari
kata Joglo dan gudang. Dinamakan Rumah Joglo karena menyerupai model rumah limasan suku Jawa yang
disebut rumah Joglo, sedangkan istilah 'gudang' karena
pada bagian kolong rumah (yang dalam bahasa Banjardisebut berumahan) dipergunakan sebagai gudang untuk
menyimpan hasil hutan, karet yang merupakan komoditas perdagangan pada zaman
dulu.
Di Banjarmasin, rumah jenis ini
banyak ditempati orang Tionghoa-Banjar.
Rumah Joglo Gudang merupakan salah khasanah kekayaan arsitektur daerah Kalimantan Selatan yang pernah berkembang pada masa
lampau.
Nilai FIlosofis Dan Religius Pada Rumah Banjar
Sama seperti rumah adat lainnya
di Nusantara, rumah adat Kalimantan Selatan ini juga menyimpan sistem nilai
tersendiri. Dahulu, Suku Dayak yang telah memeluk islamlah yang kemudian
dikenal dengan nama Suku Banjar. Oleh karena itu, pengaruh agama islam pada
rumah suku ini cukup kental. Simak saja pada ukiran di badan rumah yang
melambangkan persaudaraan, kesuburan dan persatuan. Jika Anda jeli, Anda juga
bisa menjumpai ukiran kalimat Syahadat, Salawat, nama-nama Khalifah serta
potongan ayat Al-quran pada bagian tertentu dari rumah Banjar. Meski demikian,
bukan hal yang mustahil bagi kita untuk menjumpai rumah Banjar dengan pengaruh
agama Hindu dan Buddha yang masih kental.
Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain:
Selain nilai-nilai islami, pada rumah Banjar juga masih dijumpai nilai filosofis, antara lain:
Dwitunggal semesta, yakni
kepercayaan bahwa rumah adalah tempat yang sakral sebab dewata juga ikut
tinggal mendiami tempat tersebut. Meski samar, namun unsur-unsur ini masih teraca
dengan jelas. Silahkan saja simak keberadaan ukiran naga yang samar-samar pada
badan rumah. Ia merupakan perlambang alam bawah. Sementar itu, ukiran burung
Enggang Gading melambangkan alam atas.
Pohon hayat. Rumah Banjar
identik dengan atapnya yang membumbung tinggi. Ia merupakan perlambang pohon
Hayat yang menjulang ke langit. Pohon Hayat sendiri adalah simbol kosmis yakni
cerminan dari berbagai dimensi yang menyatukan semesta.
Payung. Secara sepintas, atap
pada rumah adat Kalimantan Selatan ini juga mirip paying. Dahulu, paying
dianggap sebagai simbol orientasi kekuasaan. Ia juga merupakan perlambang
kebangsawanan. Dahulu, payung kuning bahkan dianggap sebagai salah satu
perangkat kerajaan yang tak boleh hilang dalam berbagai acara adat.
Simetris. Ini merupakan
perlambang dari kehidupan yang seimbang. Rumah Banjar dibuat simetris untuk
menunjukan sistem pemerintahan kerajaan Banjar yang seimbang.
Kepala-Badan-Kaki. Adapun bentuk
dari rumah Banjar atau rumah Bubungan Tinggi menggambarkan manusia yang dibagi
ke dalam 3 bagian besar yakni kepala, badan dan kaki. Adapun bagian anjungan
sebelah kanan dan kiri mewakili bagian tangan kanan dan kiri manusia.
Tata Ruang. Rumah adat Bubungan
Tinggi khususnya dalam lingkup kerajaan dibagi ke dalam beberapa bagian. Salah
satu bagiannya adalah ruangan semi publik yakni serambi atau yang dalam ejaan
lokal disebut Surambi. Ruangan ini berjenjang dengan kronologis pertama surmabi
muka, surambi sambutan dan surambi pamedangan yang berbatasan langdung dengan
pintu utama rumah (Lawang Hadapan). Memasuki bagian rumah adat, akan dijumpai
juga hirearkis yang sama yakni adanya lantai yang berjenjang antara lain
Penampik Kecil, Penampik Tengah dan Penampuk Besar. Masing-masing lantai ini
mencerminkan status sosial di Banjar pada masanya. Hiriarkis ini merupakan
lambang tata karma yang kental.
Tawing Halat. Dalam rumah adat Kalimantan
Selatan ini Anda juga bisa
menjumpai Tawing Halat atau dinding pemisah yang membagi dua ruangan semi
private dan privat. Hal ini dimaksudkan agar raja bisa melihat dengan jelas
tetamunya sedangkan tamu hanya bisa menerka keadaan raja di ruang semi privat
tersebut.
Denah Cacak Burung. Merupakan
denah pada rumah Banjar yang membentuk simbol tambah (+). Ia merupakan potongan
poros-poros bangunan arah muka menuju belakang serta arah kanan menuju kiri.
Jika dikaji, pola ini sama dengan Cacak Burung yang memang dianggap sakral.
Pakaian Adat Pengantin Banjar "BAGAJAH GAMULING BAULAR
LULUT"
Bagajah Gamuling Baular
Lulut adalah nama Pakaian pengantin Banjar propinsi Kalimantan
Selatan yang Asli yang pertama. Pakaian pengantin Banjar yang banyak
dipengaruhi budaya Hindu yang terlihat begitu eksotik. Dipenuhi roncean bunga
melati dan mawar yang disebut bogam, juga rangkaian melati yang sebut karang
jagung Pasangan pengantin pun bermahkota Bagajah Gamuling Baular Lulut yang
terbuat dari lingkaran logam bundar. Dibentuk menjadi badan dua ekor ular lidi
dipertemukan menjadi satu yang bagian depannya diletakan 'amar' atau mahkota
bertatahkan dua ekor ular naga berebut kumala yang terletak di antara dua
kepala naga, sedangkan di bagian pertemuan ekor diletakan 'garuda mungkur paksi
melayang'. Di sebelah kiri, kanan dan depan badan ular lidi diletakkan kembang
goyang yang berjumlah ganjil baik pengantin wanita juga pria, pada beberapa
bagian busana yang dikenakan berhias payet ditambah berbagai aksesori yang
memperindah penampilannya, seperti pada sarung yang dikenakan dengan motif khas
bintang 'halilipan'(kaki seribu) yang dihias sulaman benang emas, manik dan payet
dengn ciri merayap ke bawah sebagai pelambang kecerdikan, sangat berbisa tetapi
tidak pamer kehebatan. Sedangkan paksi melambangkan ketangkasan.
Penampilan pasangan pengantin
yang begitu mewangi dengan aroma bunga-bunga segar dari mawar dan melati pun
memiliki arti khusus. Bogam beruntai dengan mawar sebagai pelambang keberanian,
melati adalah kesucian, sedangkan melati kuncup melambangkan pengantin masih
gadis. Anyaman janur bebentuk halilipan yang diletakan dibagian belakang
melambangkan sifat rendah hati, jujur, tidak mau takabur dan tidak mau
mengganggu orang lain kecuali kalau diganggu terlebih dahulu.
Baamar Galung Pancar Matahari
Dari Suku Banjar
Baamar Galung Pancar Matahari
adalah salah satu baju pengantin dari suku Banjar. Secara tradisional berwarna
kuning. Baju ini terbuat dari bahan beludru (velvet) untuk
mencerminkan kemewahan, serta kaya akan aplikasi manik-manik (airguci) dengan
berbagai motif.
Aplikasi ini banyak terdapat di daerah pesisir di Indonesia.Pakaian untuk mempelai laki-laki berupa hiasan kepala dari bahan serupa, jas, celana panjang, dan sarung pendek (sepanjang lutut). Mempelai perempuan mengenakan amar (mahkota) dari logam berwarna emas berbentuk dua naga berebutan mustika dan tumpukan kembang goyang. Selain itu dipercantik dengan hiasan bunga serta ronce dari kelopak mawar merah dan kembang melati yang menguncup untuk melambangkan kesucian gadis perawan. Di belakangnya halilipan(lipan) yang terbuat dari janur.
Bajunya berupa atasan lengan pendek dengan hiasan sabuk berwarna emas, sedangkan bawahannya menggunakan sarung dengan motif halilipan dan sisik naga, sama dengan pada pengantin pria.Terlihat pada foto bahwa pelaminan juga dihias dengan berbagai hiasan airguci bergambar floral.
Aplikasi ini banyak terdapat di daerah pesisir di Indonesia.Pakaian untuk mempelai laki-laki berupa hiasan kepala dari bahan serupa, jas, celana panjang, dan sarung pendek (sepanjang lutut). Mempelai perempuan mengenakan amar (mahkota) dari logam berwarna emas berbentuk dua naga berebutan mustika dan tumpukan kembang goyang. Selain itu dipercantik dengan hiasan bunga serta ronce dari kelopak mawar merah dan kembang melati yang menguncup untuk melambangkan kesucian gadis perawan. Di belakangnya halilipan(lipan) yang terbuat dari janur.
Bajunya berupa atasan lengan pendek dengan hiasan sabuk berwarna emas, sedangkan bawahannya menggunakan sarung dengan motif halilipan dan sisik naga, sama dengan pada pengantin pria.Terlihat pada foto bahwa pelaminan juga dihias dengan berbagai hiasan airguci bergambar floral.
Alat Musik Kalimantan Selatan
Alat musik Kalimantan selatan
terdiri dari
Panting
Musik Panting adalah musik tradisional dari suku
Banjar di Kalimantan Selatan. Disebut musik Panting karena didominasi oleh alatmusik
yang dinamakan Panting, sejenis gambus yang memakai senar (panting) maka
disebut musik Panting. Pada awalnya musik Pantingberasal dari daerah Tapin,
Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk
seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting
hanya dimainkan secara perorangan atau secara solo. Karena semakin majunya perkembangan
zaman dan musik Panting akan lebih menarik jika
dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang.
dimainkan dengan beberapa alat musik lainnya, seperti babun, gong,dan biola dan pemainnya juga terdiri dari beberapa orang.
KURUNG-KURUNG
Satu
jenis alat kesenian yang terbilang unik di Kabupaten Balangan Kalsel yang
disebut alat musik ” kurung-kurung.” Alat musik ini terbuat dari kayu panjang
dan dibawahnya terbuat dari bambu dan peralatan lainnya. Musik ini bisa
mengeluarkan bunyi setelah dihentak-hentak dulu ke tanah dan setiap alat musik
mengeluarkan bunyi berbeda satu sama lain, sehingga bila pemainnya ingin
menciptakan irama, maka caranya menghentakan alat itu secara bergantian sesuai
irama yang dikehendaki.
Musik nenek moyang ini biasanya dimainkan saat upacara adat,
atau acara perkawinan dan kenduri, dan belakangan digunakan untuk ,acara
perkawinan, menyambut tamu atau pejabat ke kekampung atau acara kenduri
lainnya.
Gamelan Banjar
Gamelan Banjar adalah seni karawitan dengan peralatan musik
gamelan yang berkembang di kalangan suku Banjar di Kalimantan Selatan. Gamelan
Banjar yang ada di Kalsel ada 2 versi yaitu :
1. Gamelan Banjar versi keraton
Gamelan Banjar versi keraton
• Gamelan Banjar versi keraton, perangkat instrumennya :
1. babun
2. gendang dua
3. rebab
5. selentem
6. ketuk
7. dawu
8. sarun 1
9. sarun 2
10. sarun 3
11. seruling
12. kanung
13. kangsi
14. gong besar
15. gong kecil
• Lagu-lagu Gamelan yang pernah berkembang di keraton Banjar
:
1. Ayak-ayakan 5
2. Wani-wani
3. Pancar buang
4. Paksi mandong
5. Paksi muluk
6. Kabur
7. Sumbu gelang
8. Mas gemintir
9. Gunjang ganjing 5
10. Gunjang ganjing babon
11. Kembang muni
12. Ketawang
13. Tiba kembang gayam
14. Lagu kencang
15. Sitro anam
Gamelan Banjar versi rakyatan
• Gamelan Banjar versi rakyatan, perangkat instrumennya :
1. babun
2. dawu
3. sarun
4. sarantam
5. kanung
6. kangsi
7. gong besar
8. gong kecil
Perkembangan
Dalam perkembangannya musik gamelan Banjar versi keraton
semakin punah. Sementara musik Gamelan Banjar versi rakyatan hingga saat ini
masin eksis.
Sejarah
Gamelan Banjar keberadaannya sudah ada sejak zaman Kerajaan
Negara Dipa pada abad ke-14 yang dibawa oleh Pangeran Suryanata ke Kalimantan
Selatan bersamaan dengan kesenian Wayang Kulit Banjar dan senjata keris sebagai
hadiah kerajaan Majapahit. Pada masa itu masyarakat Kalsel pada waktu itu
dianjurkan untuk meniru budaya Jawa.
Pasca runtuhnya Kerajaan Negara Daha (1526), ada beberapa
pemuka adat yang mengajarkan seni gamelan dan seni lainnya kepada masyarakat
yaitu :
1. Datu Taruna sebagai penggamelan
2. Datu Taya sebagai dalang wayang kulit
3. Datu Putih sebagai penari topeng
Masa Pangeran Hidayatulla, penabuh-penabuh gamelan disuruh
belajar menabuh gamelan di keraton Solo. Dalam hal itu hingga sekarang, baik
pukulan dan lainnya menjadi panutan gamelan Gusti-gustian, terutama sekali
pukulan yang hanya ditambah dua kali akhir gong.
Selain itu, tidak ditemukan lagi gamelan yang lengkap
seperti Simanggu Besar dan Simanggu Kecil, namun yang dikenal hanya lagu :
ayakan, perangan, geol, mas mirah dan perang alun.
Kaliningan Hulu Sungai
Di daerah Hulu Sungai group yang dipimpin Utuh Aini
menguasai rumpun Kaliningan yang awalnya dikembangkan Dalang Tulur, Dalang
Asra, Sarbaini, Busrajuddin dan Aci. Karena Kaliningan Hulu Sungai bersifat
praktis cukup ditabuh hanya 8 orang. Gamelan tersebut terdiri dari :
1. 2 buah sarun
2. 1 buah sarantam
3. 1 buah kanung
4. 1 buah katuk
5. 1 buah kangsi
6. 1 buah babun
7. gong besar
8. gong kecil
Musik Kuriding
Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan Selatan.
Kuriding dimainkan oleh seniman dari etnis Bakumpai maupun Banjar. Kuriding
dibuat dari enau atau kayu mirip ulin yang hanya ada di daerah Muara Teweh,
Barito Utara.
Cara memainkan Kuriding adalah
tangan kiri memegang tali pendek melingkar yang menahan bilah kayu itu agar
menempelkan di mulut. Tangan kanan menarik-narik tali panjang yang diikat pada
ujung bilah sebelahnya. Terdengar seperti suara angin menderu-deru, diiringi
bunyi menghentak-hentak berirama teratur.
Deru angin itu muncul dari tiupan mulut pemain Kuriding,
sedangkan bunyi menghentak-hentak dari tarikan tangan kanan.
Alat musik Kuriding diketahui melalui lagu Ampat Lima yang
salah satu liriknya adalah "ampat si ampat lima ka ai, Kuriding patah,.." tapi
jarang ada yang melihat bentuk alat itu apalagi orang memainkannya.
Terancam punah
Saat ini orang bisa bermain kuriding sudah langka. Apalagi
tingkat kesulitan menguasai alat cukup tinggi. Selain itu, konon Kuriding juga
sulit dibuat dan memainkannya harus hati-hati karena bila sampai patah akan
membahayakan pemainnya. Itu sebabnya ada sebuah ungkapan Banjar yang berbunyi
"Kurinding Patah".
Musik kuriding adaklah alat musik yang terbuat dari bambu.
Nama kuriding diberikan oleh penduduk hulu sungai tengah dan desa harakit
kabupaten tapin.lain lagi dengan penduduk ulu benteng kecamatan bakumpai
kabupaten barito kuala menyebutnya guriding.
Alat musik kuriding atau guriding ini adalah alat musik
mulut , bahanya dari bambu , alatnya ditempatkan pada mulut dengan cara seperti
aturannya, untuk membuyikan kuriding harus menarik tali tatarikan yang dipegamg
dengan tangan dan teratur sertaada sentakan , sehingga menggetarkan alat getar
kuruding tersebut.
Beberapa macam kesenian musik tradisional banjar
1. Gamelan Banjar
2. Musik Panting (suku Banjar)
3. Musik Kangkurung/Kukurung (suku Dayak Bukit)
4. Musik Bumbung
5. Musik Kintung
6. Musik Kangkanong
7. Musik Salung
8. Musik Suling
9. Musik Bambang
10. Musik Masukkiri (suku Bugis)
Musik Kintung
Musik Kintung merupakan salah satu kesenian musik
tradisional dari Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Musik ini berasal dari daerah
Kabupaten Banjar, yaitu di desa Sungai Alat, Astambul dan Bincau, Martapura.
Masa dahulu alat musik ini dipertandingkan. Dalam pertandingan ini bukan saja
pada bunyinya, tetapi juga hal-hal yang bersifat magis, seperti kalau dalam
pertandingan itu alat musik ini bisa pecah atau tidak dapat berbunyi dari
kepunyaan lawan bertanding.
Alat musik
Bahan untuk membuat alat musik kintung ini adalah bambu.
Bentuknya seperti angklung dari Jawa Barat. Untuk mengatur bunyi tergantung
pada rautan bagian atasnya hingga melebihi dari seperdua lingkaran bambu.
Rautan itu makin ke atas semakin mengecil sebagai pegangannya. Sedang bagian
bawahnya tetap seperti biasa. Panjangnya biasanya dua ruas, dan buku yang ada
di bagian tengahnya (dalam) dibuang agar menghasilkan bunyi. Pengaturan bunyi
biasanya tergantung pada rautan bagian atasnya. Semakin dibuang atasnya itu
akan menimbulkan nada yang lebih tinggi.
Biasanya bambu yang digunakan untuk membuat alat musik ini
tidak sembarang bambu artinya harus dipilih secara cermat terutama yang dapat
mengeluarkan bunyi yang bagus dan juga tidak mudah pecah. Musik Kintung termasuk
alat musik pentatonis, boleh dikatakan pula sejenis alat musik perkusi. Karena
cara membunyikannya dihentakkan pada sebuah potongan kayu yang bundar. Alat
musik Kintung ini berjumlah 7 buah dan masing-masing mempunyai nama, yaitu :
Hintalu randah, hintalu tinggi, tinti pajak, tinti gorok, pindua randah, pindua
tinggi dan gorok tuha.
Perkembangan
Pada perkembangannya musik Kintung yang merupakan musik yang
bersifat instrumentalia ini, dapat mengiringi lagu atau nyanyian Banjar umumnya
yang berjenis lagu-lagu tirik dan japin. Agar lebih harmonisasinya biasanya
ditambah dengan babun (gendang) dan gong atau alat musik lainnya yang
diperlukan.
Namun, pada masa sekarang, musik Kintung ini sudah mulai
langka karena seniman yang tersisa adalah orang-orang tua dan jarang generasi
muda di sana
yang mau meneruskan kesenian ini.
Demikian sedikit ulasan mengenai Rumah Adat, Pakaian Adat
dan Alat Musik Tradisional Kalimantan Selatan semoga bermanfaat, dan terimakasih kepada
penulis – penulis artikel yang ada diinternet.
makasih gan sangat membantu, ijin ya buat tugas
ReplyDelete