Ini adalah kisah nyata di
kehidupanku. Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada. Begitu
besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku. Begitu tulus kasih
sayangnya untukku dan anakku.
Suamiku adalah
seorang pekerja keras. Dia membangun segala yang ada di keluarga ini
dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini. Sesuatu yang kami rasa
sudah lebih dari cukup.
Aku merasa sangat berdosa ketika
teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah, tak
kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan
amarah. Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku, tak
mengerti aku, dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi kini aku tahu. Semua
ucapanku selama ini salah dan hanya menjadi penyesalanku karena dia
telah tiada. Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya. Bahwa
dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.
Dia berkata, “ setiap kali kami
ajak dia makan siang, mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting
sekali, alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan
kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “ aku belum
melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu
dengan riang, lalu bagaimana aku bisa makan siang.”
Saat itu tertegun, aku salut pada
suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan
saja orang yang sangat sayang pada keluarga, tapi suamimu adalah sosok
pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada
perusahaan.”
Aku menahan air mataku karena aku
tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat
ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat. Teringat akan amarahku pada
suamiku, aku selalu mengatakan dia slalu menyibukkan diri pada
pekerjaan, dia tak pernah peduli pada anak kita.
Namun itu semua salah.
Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen2 pekerjaannya. Dan aku tak
kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil
di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi:
“ Perusahaan kecil CV. Anwar
Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti
bukan lagi CV.Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra
kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera.
Maaf nak, ayah tidak bisa
memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu
yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin
lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan
kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa, kasih sayang yang
lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran.
Maaf ayah agak keras padamu
nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok
yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu
dapat menjadi seperti itu.”
Membaca itu, benar2 baru kusadari
betapa suamiku menyayangi putraku, betapa dia mempersiapkan masa depan
putraku sedari dini. Betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak
kita.
Setiap suamiku pulang kerja. Dia
selalu mengatakan, “ ibu capai? istirahat dulu saja”. Dengan kasar
kukatakan, “ya jelas aku capai, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus
anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih.titik.”
Sungguh, bagaimana perasaan
suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi
ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban
dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku.
Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.
Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung
di ruang kerjanya, tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya.
Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia
mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari
pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang
murah di kota kami.
Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku.
“Pak kenapa cari klinik yang termurah? saya rasa bapak
bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang
baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula”
Dan suamiku menjawab, “tak usahlah terlalu mahal. Aku
hanya ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku
tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku
tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan.
Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut
istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan
ikhlas.”
Ya Robb..Maafkan hamba-Mu Ya Allah, hamba tak mampu
menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang
pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini.
Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang
kini ada. Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan
yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena
penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah
penyesalan dan tak merubah apa-apa.
Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.
Banggalah pada suamimu, karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.
Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan
hangat. Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan
beban berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk
menyayangi suamimu. Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata
lebar-lebar. Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.
Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu, aku sayang padamu.
Silahkan berbagi tulisan ini kepada saudara, teman,
kerabat anda. Saya berharap pengalaman yg saya miliki dapat menjadi
pelajaran bagi kita semua.
------------------------------------Selesai-------------------------------------------
No comments:
Post a Comment